SUNGAI NIL
Nama sungai Nil berasal dari bahasa Yunani Νείλος Neilos yang artinya secara harafiah adalah "lembah sungai". Sungai Nil (bahasa Arab: النيل an-nīl atau bahasa Mesir/Koptik iteru ), di Afrika, sungai Nil merupakan salahsatu dari dua sungai terpanjang di Bumi.
Sungai Nil mengalir sepanjang 6.650 km atau 4.132 mil dan membelah tak kurang dari sembilan negara yaitu: Ethiopia, Zaire, Kenya, Uganda, Tanzania, Rwanda, Burundi, Sudan, dan tentu saja Mesir.
Peradaban Di Sungai Nil
Sungai Nil mempunyai peranan sangat penting dalam peradaban, kehidupan dan sejarah bangsa Mesir sejak ribuan tahun yang lalu. Salah satu sumbangan dari sungai Nil adalah kemampuannya dalam menghasilkan tanah subur sebagai hasil sedimentasi di sepanjang daerah aliran sungainya. Maka tepatlah jika Herodotus menyebutkan “Mesir adalah hadiah sungai Nil” (Egypt is the gift of the Nile).
Peradaban lembah sungai Nil di Mesir lahir disebabkan kesuburan tanah disekitar lembah sungai yang diakibatkan oleh banjir yang membawa lumpur. Hal inilah yang menarik perhatian manusia untuk mulai hidup dan membangun peradaban ditempat tersebut.
Peradaban lembah sungai Nil dibangun oleh masyarakat mesir kuno
Setiap tahun sungai Nil selalu banjir . Luapan banjir itu menggenangi daerah di kiri kanan sungai, sehingga menjadi lembah yang subur selebar antara 15 sampai 50 kilometer. Di sekeliling lembah sungai adalah gurun. Batas timur adalah gurun Arabia di tepi Laut Merah. Batas selatan terdapat gurun Nubia di Sudan, batas barat adalah gurun Libya. Kemudian batas utara Mesir adalah Laut Tengah.
Banjir yang biasanya terjadi di Mesir, membawa banyak nutrisi dan mineral yang membuat tanah di sekitar Sungai Nil menjadi subur dan ideal menjadi tanah pertanian. Namun di sisi lain, banjirnya Sungai Nil dapat membuat masalah bagi rakyat Mesir, karena lahan pertanian yang siap panen akan menjadi rusak.
Lembah sungai Nil yang subur mendorong masyarakat untuk bertani. Air sungai Nil dimanfaatkan untuk irigasi dengan membangun saluran air, terusan-terusan dan waduk. Air sungai dialirkan ke ladang-ladang milik penduduk dengan distribusi yang merata. Untuk keperluan irigasi dibuatlah organisasi pengairan yang biasanya diketuai oleh para tuan tanah atau golongan feodal. Hasil pertanian Mesir adalah gandum, sekoi atau jamawut dan jelai yaitu padi-padian yang biji atau buahnya keras seperti jagung.
Sungai Nil mengairi wilayah Mesir seluas 20 km persegi. Orang Mesir sebagian besar mengandalkan hidup dari pertanian di lahan subur dari Sungai Nil, setelah dibangunnya bendungan Aswan pada tahun 1970.
Untuk memenuhi kebutuhan barang-barang serta untuk menjual hasil produksi rakyat Mesir, maka dijalinlah hubungan dagang dengan Funisia, Mesopotamia dan Yunani di kawasan Laut Tengah. Peranan sungai Nil adalah sebagai sarana transportasi perdagangan. Banyak perahu-perahu dagang yang melintasi sungai Nil.
Menurut mitos, air sungai yang mengalir terus tersebut adalah air mata Dewi Isis yang selalu sibuk menangis dan menyusuri sungai Nil untuk mencari jenazah puteranya yang gugur dalam pertempuran.
Namun secara ilmiah, air tersebut berasal dari gletsyer yang mencair dari pegunungan Kilimanjaro sebagai hulu sungai Nil.
Sungai Nil Merupakan Anugrah
Salah satu sumbangan dari Sungai Nil adalah kemampuannya dalam menghasilkan tanah-tanah yang subur, sebagai hasil dari sedimentasi di sepanjang daerah aliran sungainya. Dengan adanya tanah subur ini, penduduk Mesir mengembangkan pertanian dan kehidupan ekonomi, yang sangat bergantung pada anugerah dari Sungai Nil. Orang Yunani kuno dan penulis Herodotus menamakan negeri ini dengan nama anugerah Nil.
Data statistik menyebutkan, sekitar 35 persen penduduk Mesir terdiri atas para petani dan peternak hewan. Mereka melakukan kegiatan ini sejak zaman Firaun. Hasil pertanian di lembah Nil, antara lain tebu, kapas, tomat, bawang, dan kurma. Mesir merupakan pengekspor kurma terbesar nomor dua dan pengekspor kapas nomor lima di dunia.
Dengan terus berkembangnya penduduk mesir, untuk mengontrol air dan melindungi lahan pertanian dari kerusakan akibat banjir, Pemerintah Mesir membangun bendungan Aswan. Bendungan ini kemudian dimanfaatkan Pemerintah Mesir untuk membuat tenaga listrik, sekaligus menyediakan air irigasi untuk lahan pertanian.
Catatan kuno menyebutkan, sebelum dibangun bendungan Aswan, Sungai Nil mengalir ke tujuh daerah dari timur hingga barat, yakni Pelusiac, Tanitic, Mendesian, Phatnitic, Sebennytic, Bolbitine, dan Canopic.
Namun, sejak dibangunnya bendungan Aswan, Sungai Nil kini mengairi dua cabang utama, yakni The Damietta (berhubungan dengan Phatnitic) di sebelah timur dan Rosetta (berhubungan dengan Bolbitinic) di bagian barat Sungai Nil. Batu Rosetta ditemukan di Delta Nil pada tahun 1799 di kota pelabuhan Rossetta (Rashid). Pada masa Firaun, daerah ini merupakan daerah Mesir Hilir. Daerah ini juga disebut "Tanah Goshen".
Sejumlah kota modern dan kuno yang berada di sekitar Sungai Nil, antara lain Alexandria, Avaris, Bilbeis, Bubastis, Canopus, Damanhur, Dimyath, Leontopolis, Mendes, Mit Abu al-Kum, Mansoura, Naucratis, Pelusium, Port Said, Rosetta, Sais, Tanis, Tanta, Zagazig, dan tentu saja Kairo.
Selain itu, rakyat Mesir juga dikenal sebagai negerinya para peternak domba. Kegiatan ini sudah berlangsung selama ribuan tahun silam. Bahkan, dalam Alquran disebutkan, ketika Nabi Musa akan menikah dengan putri Nabi Syuaib AS, maskawinnya berupa menggembalakan domba milik Nabi Syuaib. Kisah ini terekam dalam surah al-Qashash [28] : 27. ''Berkatalah dia (Syuaib) : ''Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan 10 tahun, maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, maka aku tidak hendak memberatkanmu. Dan kamu Insya Allah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik.''
Tak hanya bidang pertanian dan peternakan, penduduk Mesir juga banyak mengambil manfaat dari Sungai Nil, khususnya sektor transportasi dan pariwisata. Dengan keindahan yang memanjang hingga melintasi sembilan negara ini, Sungai Nil menjadi anugerah terbesar bagi sektor pariwisata Mesir. Sejumlah wisatawan yang datang ke Mesir, biasanya tak melupakan untuk berkunjung ke Sungai Nil. Dari sini, penduduk Mesir mendirikan sejumlah hotel mewah dan berbintang di sepanjang bantaran Sungai Nil.
Bagi banyak wisatawan, tujuan berkunjung ke Mesir bukan hanya untuk melihat dan menyaksikan keindahan sungai terpanjang di dunia ini. Mereka datang juga untuk menyaksikan sejumlah peradaban bangsa Mesir kuno. Karena itu, bagi para wisatawan, Mesir bagaikan museum terbuka. Penemuan benda-benda bersejarah membuat banyak orang untuk datang menyaksikan peradaban sejarah Mesir kuno.
Sungai Nil tempat dihanyutkannya Nabi Musa
Negeri ini sejak dulu dikenal dengan nama negeri Firaun, tempat Musa dilahirkan, dan lain sebagainya. Hal ini dibuktikan dengan sejumlah penemuan arkeologis berkaitan dengan kisah Musa dan Firaun, serta peninggalan raja-raja di Mesir.
Menyebut nama Sungai Nil, sebagian besar umat Islam akan teringat dengan kisah Nabi Musa AS. Sebagaimana dikisahkan, sewaktu masih bayi, ibunda Nabi Musa diperintahkan oleh Allah SWT untuk menghanyutkan bayinya (Musa) dalam sebuah peti ke Sungai Nil untuk menyelamatkannya dari upaya pembunuhan raja Firaun.
Kisah ini diabadikan oleh Allah SWT dalam Alquran surah Thaaha [20]: 39. Yaitu, ''Letakkan ia (Musa) di dalam peti, kemudian hanyutkanlah ia ke sungai (Nil), maka pasti sungai itu akan membawanya ke tepi, supaya diambil oleh (Firaun) musuh-Ku dan musuhnya. Dan Aku telah melimpahkan kepadamu kasih sayang yang datang dari-Ku, dan supaya kamu diasuh dibawah pengawasan-Ku.''
Dalam surah Al-Qashash [28] ayat 7, Allah berfirman: ''Dan Kami ilhamkan kepada ibu Musa; Susuilah dia, dan apabila kamu khawatir terhadapnya maka jatuhkanlah dia ke sungai (Nil). Dan janganlah kamu khawatir dan janganlah (pula) bersedih hati, karena sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya (salah seorang) dari para Rasul.''
Secara jelas, ayat di atas menunjukkan tentang kisah Nabi Musa yang dihanyutkan oleh ibunya ke Sungai Nil. Karena itulah, kisah Nabi Musa dan Sungai Nil sangat terkenal di dunia Islam. Bahkan, dalam Kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, juga dikisahkan tentang dihanyutkannya Nabi Musa AS ke Sungai Nil yang kemudian diasuh oleh Permasuri Firaun.
Sungai Nil Dari Hulu ke Hilir
Mesir, adalah termasuk satu dari sembilan negara yang dilalui oleh sungai Nil. Delapan negara lain yang menjadi negara Basin (lembah) sungai Nil adalah, Tanzania, Kenya, Zaire, Uganda, Ethiopia, Sudan, Rwanda dan Burundi. Yang dimaksud dengan basin (lembah) sungai Nil adalah seluruh daratan yang dilalui sungai ini, atau yang dilalui sungai-sungai yang bermuara di sungai ini, serta cabang-cabang sungai yang mendapat air dari sungai Nil. Di antara kesembilan negara lembah ini terbagi menjadi dua kelompok. Pertama, kelompok negara sumber sungai (hulu) Nil, dan kedua, negara pembuangan (hilir) sungai. Dalam hal ini, Mesir dan Sudan adalah dua negara hilir sungai Nil, sementara sisanya adalah negara sumber (hulu) sungai.
Sungai Nil, memiliki kelebihan tersendiri dibanding sungai-sungai lain di dunia. Di samping panjangnya mencapai 6.670 KM membentang dari selatan ke utara, juga membentang pada garis 3, 30 derajat lintang selatan, sampai 31derajat lintang utara, atau dengan kata lain bahwa sungai ini memotong lebih dari 34,5 derajat garis lintang. Inilah yang membedakan Nil dengan sungai-sungai lainnya di dunia, karena kebanyakan sungai di dunia mengalir ke arah timur atau ke barat. Di samping itu, sungai Nil merupakan sungai yang mengalir melalui daerah-daerah yang beragam dan dengan iklimnya yang bermacam-macam pula.
Di daerah hulu, sungai Nil bersumber dan mengalir dari daerah yang beriklim tropis dan berdataran tinggi. Kemudian melewati beberapa sumbernya yang lain di daerah semitropis. Lalu melewati daerah lembah pegunungan yang beriklim subtropis. Dari arah Ethiopia yang beriklim sub-seasonal, salah satu sumbernya mengalir. Kemudian sungai Nil melewati daerah Sudan yang merupakan daerah yang penuh dengan hujan musim panas dan kekeringan musim dingin. Setelah itu menerobos membelah daerah padang pasir yang ganas, dan bermuara di daerah Mesir yang beriklim laut tengah. Berarti sungai Nil mengalir dari daerah hijau yang terletak pada garis katulistiwa ke daerah padang pasir yang sangat tandus di bagian utara benua Afrika. Dengan begitu, setiap Nil mengalir satu langkah, dia akan kehilangan sebagian airnya. Jadi semakin ke hilir, airnya semakin berkurang. Hal ini berbeda dengan sungai-sungai lain di dunia, di mana semakin ke hilir semakin banyak muatan airnya.
Dengan demikian berarti sumber sungai Nil tidak hanya satu, tapi Nil adalah merupakan tumpahan air dari beberapa sungai dan beberapa danau. Tepatnya, Nil bersumber dari sungai Kagera yang mengalir masuk ke danau Victoria dari arah barat.
Sungai Kagera bisa dikatakan sebagai permulaan bagi sungai Nil dan danau Victoria merupakan danau terbesar pertama di benua Afrika, dan kedua di dunia setelah danau Superior di Amerika utara. Kemudian dari danau ini, masuk lagi ke ke danau Kyoga dan danau Albert. Sungai yang membawa air dari Victoria ke danau Albert ini disebut dengan Nil Victoria. Sementara itu, danau Albert juga mendapat saluran air dari danau Edward melalui sungai Smileky. Di danau Albert lah, kedua aliran air yang berasal dari danau Victoria dan danau Edward berkumpul. Dari danau Albert, mengalir satu-satunya sungai yang disebut Nil Albert. Di saat Nil Albert ini mengalir dan seakan sudah kehabisan tenaga dan air lagi, datanglah kekuatan baru, yaitu sungai Subath yang ikut membantu mensuplay air bagi sungai Nil. Sungai Subath sendiri mendapat suplay airnya dari beberapa sumber seperti sungai Baro di Ethiopia, dan aliran air dari danau Rudolf di Kenya. Sungai Nil, dari titik pertemuan antara Nil Albert dengan sungai Subath ini disebut Nil putih. Selanjutnya Nil putih mengalir sampai ke ibu kota Sudan, Khartoum, dan di sana bertemu dengan Nil biru yang bersumber dari Danau Tana dan sungai Athirah. Berkat pertemuan antara dua sungai inilah, maka sungai Nil mendapat bantuan air lagi sehingga dapat melanjutkan alirannya sampai ke laut tengah. Bahkan Nil biru dianggap sebagai nyawa baru bagi sungai Nil putih yang semakin lemah setelah menempuh berkilometer-kilometer jarak. Bisa dikatakan bahwa sungai Nil setelah kota Khartoum sampai ke dataran Mesir, lebih banyak merupakan kelanjutan dari sungai Nil biru ketimbang Nil putih.
Ketergantungan Kepada Sungai Nil
Sembilan negara lembah sungai Nil, tidak selamanya sepakat dalam pembagian hak terhadap sungai Nil, khususnya hak yang menyangkut jatah dan porsi masing-masing, apalagi semenjak kebutuhan terhadap sungai ini begitu meningkat. Hal semacam ini kadang dapat menyebabkan terjadinya konflik. Konflik terbesar muncul antara pengguna air di bagian hulu dan pengguna air di bagian hilir. Negara yang berada di hulu sungai mengklaim hak kedaulatan atas air yang berasal dari teritorialnya, termasuk hak untuk menggunakan, menyimpan, mengalihkan, dan mencemari. Sementara negara-negara yang dilalui sungai itu, yang semakin ke hilir, semakin kecil posisi tawarnya, menuntut agar air sungai itu dijaga kealamiannya, supaya kebutuhan akan sumber air bersih tetap bisa dipenuhi. Tidak berlebihan kalau Menteri Luar Negeri Mesir pada tahun 1989, Boutros Boutros Ghali, yang kemudian menjadi Sekretaris Jenderal PBB, menyatakan keamanan nasional Mesir terletak di tangan delapan negara Afrika lainnya yang berada di lembah Sungai Nil.
Untuk memecahkan masalah ini, telah dilangsungkan beberapa muktamar negara-negara sungai Nil dengan harapan, kesembilan negara itu tidak ada yang menjadi lebih berwenang atau yang haknya diabaikan. Walau begitu, awal bulan Maret 2004, Tanzania, sebagai salah satu negara hulu sungai Nil menghendaki peninjauan ulang kembali terhadap pembagian jatah dan porsi masing-masing, khususnya jatah Mesir dan Sudan. Tanzania menghendaki jatah pertahun Mesir dan Sudan dikurangi dari porsi semestinya. Menurut perjanjian tahun 1929 antara Mesir dan Inggris, diputuskan bahwa jatah Mesir dari air sungai Nil adalah 59 milyar meter kubik/tahun, dan jatah Sudan 15 milyar meter kubik/tahun. Akan tetapi Tanzania meminta agar jatah ini dikurangi lagi. Pertimbangannya, karena Tanzania sekarang tengah membangun proyek pembuatan saluran air di negaranya. Tentunya dalam hal ini Mesir tidak rela melepaskan begitu saja haknya, mengingat semakin pesat pertumbuhan penduduk Mesir, di satu sisi kebutuhannya semakin besar terhadap air.
Akhirnya Mesir, melalui menteri pengairannya, Mahmoud Abu Zaid, memberikan ultimatum bahwa Mesir tidak akan pernah melakukan konsesi dan memberikan haknya dalam penggunaan air Nil. Entah bagaimana nasib kita yang tinggal di bumi Mesir, jika jatah Mesir dikurangi? Bagaimanapun, pada akhirnya, yang dapat mengeksploitasi dan mengontrol sungai Nil dengan sebaik-baiknya adalah yang akan berkuasa
Sumber:
http://liputanduniakita.blogspot.com/2009/09/sungai-nil-jantung-dan-nyawa-mesir.html http://www.rumahdunia.net/wmprint.php?ArtID=539
No comments:
Post a Comment